Di sudut kota Meulaboh, Aceh Barat, sebuah lahan kosong yang dahulu ditumbuhi semak liar kini berubah menjadi petak-petak hijau yang subur. Bayangan lahan mulanya tak terurus, kini dihiasi tanaman bayam, tomat, cabai, dan bahkan buah-buahan seperti nanas serta mentimun.
Di balik transformasi ini, terdapat sosok visioner: Said Achmad Kabiru Rafiie, dosen Universitas Teuku Umar (UTU), yang mengajak komunitas lokal untuk menyulap lahan tidur menjadi kebun produktif berbasis urban farming. Artikel ini menelusuri jejaknya—dari ide hingga pengakuan nasional.
Apa Itu Urban Farming?

Bayangkan sebuah lahan kecil di halaman, atap rumah, atau pekarangan rumahmu—tempat biasa tumbuhnya rumput liar atau hanya menjadi area kosong—diubah menjadi kebun subur yang menanam sayuran, buah, atau rempah.
Itulah urban farming: praktik bercocok tanam di area perkotaan yang sering memanfaatkan ruang sempit seperti rooftop, halaman kecil, bahkan pot balkon. Ia bisa berupa kebun komunitas, kebun individu, atau sistem hidroponik vertikal. Tujuan utamanya: menyediakan pangan lokal, sehat, dan segar—plus mengurangi jejak karbon dari distribusi panjang makanan.
Bayangkan kamu tinggal di apartemen dan menanam sayuran di pot gantung atau sistem hidroponik mini di balkon—itulah contoh urban farming berskala rumah tangga. Intinya, meski ruang terbatas, hasilnya bisa berarti bagi ketahanan pangan rumah tangga dan lingkungan tetap hijau.
Konteks Nasional: Urban Farming sebagai Solusi Ketahanan Pangan
Menurut data BPS, pada tahun 2020, 56,7 % penduduk Indonesia tinggal di perkotaan, dan angka ini diprediksi mencapai 66,6 % pada 2035. Urbanisasi ini meningkatkan kebutuhan pangan di kota, sementara ruang untuk pertanian konvensional sangat terbatas.
Indonesia masih menghadapi tantangan ketahanan pangan. Pada tahun 2022, indeks ketahanan pangan global Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 113 negara—di bawah rata-rata global. Selain itu, Provinsi Aceh juga mencatat angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan sebesar 9,10 % pada 2024. Angka-angka ini menunjukkan adanya kerentanan, terutama di wilayah perkotaan saat akses pangan masih menjadi isu.
Manfaat Urban Farming Berdasarkan Studi
Berbagai penelitian menegaskan manfaat urban farming:
- Studi dari Unigal menemukan bahwa urban farming meningkatkan pendapatan, akses pangan sehat, pemberdayaan perempuan, dan membuka lapangan kerja—sejalan dengan beberapa target SDGs seperti No Poverty, Zero Hunger, dan Gender Equality.
- Inisiatif urban farming juga berpotensi menyuplai kebutuhan pangan lokal, menurunkan emisi karbon, efisien dalam penggunaan air, dan mendukung gaya hidup sehat melalui produksi organik.
Jejak Urban Farming di Meulaboh: Dari Ide ke Aksi

1. Titik Awal: Keresahan yang Berujung Gerakan
Said Achmad merasa prihatin dengan banyaknya lahan kosong di kota yang tidak dimanfaatkan, sedangkan masyarakat masih bergantung pada pangan dari luar daerah. Ia berpikir, “Jika lahan itu bisa ditanami sayuran, keluarga bisa mendapat akses pangan sehat sekaligus lingkungan lebih hijau.”
2. Urban Pure Cooperative: Koperasi Hijau yang Berkelanjutan
Pada awal 2023, ia bersama dosen, mahasiswa, dan komunitas lokal membentuk Urban Pure Cooperative. Modelnya sederhana: lahan tidur diubah jadi kebun, tanaman seperti bayam, kangkung, pakcoy, jagung, tomat, cabai, nanas, dan mentimun ditanam secara organik—tanpa pestisida, menggunakan pupuk kompos hasil limbah rumah tangga dan kotoran ayam kampung.
Lebih dari sekadar kebun, koperasi ini mengajarkan nilai-nilai gotong royong dan edukasi ekonomi bagi masyarakat. Hasil panen sebagian dibagikan, sebagian dijual, memberi insentif ekonomi yang mendukung keberlanjutan usaha.
3. Inovasi Teknologi & Ekologis
Dengan dukungan P2MW (Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha), mahasiswa UTU mengembangkan sistem penyiraman otomatis berbasis IoT—mengatur air sesuai kelembaban tanah. Ditambah, ternak ayam kampung menyediakan pupuk alami dan membantu menutup siklus limbah—mewujudkan prinsip zero waste.
4. Dampak Sosial dan Pendidikan
Urban Pure Cooperative jadi ruang edukasi bagi ibu rumah tangga dan anak sekolah. Ibu dapat memanen langsung, anak-anak mengenal pertanian, dan mahasiswa mempraktekkan teori: pemasaran, manajemen, hingga keuangan koperasi.
Seorang mahasiswa, Rahma, menyebut, “Biasanya teori di kampus, sekarang kami tahu cara menanam, mengelola, bahkan menjual hasilnya.”
5. Strategi Ketahanan Pangan Lokal
Program ini membantu mengurangi ketergantungan pangan terhadap pasokan luar dan memperpendek rantai pasokan—efisiensi dan keberlanjutan lingkungannya lebih terjaga. Urban farming juga mendukung akses pangan lokal yang lebih sehat dan segar.
Tantangan dalam Perjalanan
Beberapa kendala dihadapi:
- Pendanaan terbatas: Anggaran untuk pengembangan dan teknologi belum memadai.
- Kesadaran masyarakat: Banyak yang menganggap lahan tidur bukan masalah.
- Dukungan kebijakan: Belum banyak regulasi lokal yang mendukung urban farming.
Meski begitu, melalui pendekatan komunitas dan kampus, semakin banyak warga dan pemangku kepentingan yang terlibat.
Dari Aceh untuk Indonesia: Inspirasi Urban Farming

Urban Pure Cooperative kini menjadi model percontohan urban farming nasional—dapat direplikasi di kota lainnya. Menurut Saud Achmad, urban farming bukan hanya tugas petani atau akademisi. “Siapa pun bisa menanam—di pekarangan, pot, atau atap—asal ada kemauan.”
Dari usaha kecil di Meulaboh, kini tumbuh harapan membangun kota lebih hijau, mandiri pangan, dan berkelanjutan lingkungan.
Kesimpulan
Setiap tanaman yang tumbuh di Urban Pure Cooperative adalah simbol harapan. Harapan untuk kota lebih hijau, masyarakat lebih mandiri secara pangan, dan lingkungan yang lebih lestari. Melalui urban farming, transformasi sederhana bisa mendorong perubahan besar. Dan dari Aceh, kisah ini kini mengilhami banyak pihak di seluruh Indonesia.
Said Achmad Kabiru Rafiie adalah penerima salah satu SATU Indonesia Awards tahun 2023 di bidang lingkungan, atas dedikasinya mengembangkan urban farming dari Aceh.
Referensi
- GREEN JOBS.ID — “Urban Farming: Solusi Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan dan Pelestarian Lingkungan”
https://greenjobs.id/green-jobs/urban-farming-solusi-berkelanjutan-untuk-ketahanan-pangan-dan-pelestarian-lingkungan/ greenjobs.id - BPS – Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan 2024
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTQ3MyMy/prevalensi-ketidakcukupan-konsumsi-pangan–persen-.html Badan Pusat Statistik Indonesia - CNBC Indonesia — “Ketahanan Pangan RI di Bawah Rata-Rata Dunia, Begini Faktanya”
https://www.cnbcindonesia.com/research/20230516074542-128-437635/ketahanan-pangan-ri-di-bawah-rata-rata-dunia-begini-faktanya CNBC Indonesia - Jurnal Unigal — “Analisis kontribusi urban farming dalam mendukung …”
https://jurnal.unigal.ac.id/mimbaragribisnis/article/download/8134/pdf Jurnal Universitas Galuh - GoodStats.ID — “Menjawab Kerentanan Pangan dengan Urban Farming”
https://goodstats.id/article/menjawab-kerentanan-pangan-dengan-urban-farming-YTyCP GoodStats